Era Revolusi industri 4.0 (RI 4.0) membuat landscape dari dunia industri berubah secara global. Di era ini, dunia industri secara efektif dan efisien mampu memanfaatkan perkembangan teknologi. Digitalisasi semakin membuat dunia industri tumbuh kreatif dan menghasilkan jenis pekerjaan dan usaha baru. Namun demikian, dibalik besarnya peluang yang ada juga sebanding dengan dampak disruptifnya. Beberapa fakta menunjukkan bahwa justru lulusan prodi hukum akan menjadi lebih rentan terdampak. Beberapa jenis pekerjaan di bidang hukum kini telah digantikan oleh penggunaan produk IT. Disisi lain, terdapat jenis pekerjaan dan usaha baru yang sangat membutuhkan lulusan prodi hukum yang tangguh dan mempunyai kapasitas yang siap bersaing dalam menjawab tantangan dari dampak disruptif teknologi.
Sebagai contoh, saat ini sudah sangat berkembang layanan jasa konsultasi hukum berbasis online (legal-go, justika, mylawer.id, dll) dimana seluruh kegiatan pendampingan dan advokasi dilakukan melalui platform canggih dan terintegrasi. Oleh karena itu, persaingan usaha jasa di bidang hukum juga semakin berkembang dan membutuhkan keahlian IT untuk dapat bertahan dan bersaing. Digitalisasi semakin membuat dunia industri tumbuh kreatif dan menghasilkan jenis pekerjaan dan usaha baru. Menyikapi kondisi ini, Perguruan Tinggi perlu didorong untuk melahirkan para pelaku muda di dunia industri kreatif berbasis IT. Hal ini dikarenakan mahasiswa sebagai generasi millennial sangat memahami perkembangan IT. Selain itu, untuk mengurangi dampak disruptif dari RI 4.0 yaitu tentang sulitnya atau terbatasnya pekerjaan konvensional bagi lulusan prodi hukum, maka kapasitas berjejaring sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing lulusan. Selain itu, perkuliahan yang telah dijalani oleh mahasiswa hukum di kelas seringkali terbatas dan dibatasi oleh theoretical-legal-formalistic approach.
Oleh karenanya untuk lebih berorientasi pada legal-proficiency yang dibutuhkan ketika akan menghadapi klien atau dunia kerja perlu adanya peningkatan exposure mahasiswa dengan DUDI. Mewujudkan hal tersebut perlu dilaksanakan suatu legal-bootcamp yang terkait dengan mata kuliah keahlian (berkarya) inti yang sedang dijalankan oleh mahasiswa atau dapat juga diikuti oleh alumni yang ingin meningkatkan mastery-skill nya di bidang tersebut. Legal-bootcamp dikemas dalam bentuk applied-skilled training. Sebelum kegiatan ini dimulai, akan diadakan kompetisi terlebih dahulu.
Mahasiswa terpilih berkesempatan untuk mengikuti program Skilled Bootcamp for Digipreneur dari ahli dan Mitra/alumni untuk dapat memberikan pengalaman mengenai dunia DUDI dan/atau memperoleh fasilitasi pola pembiayaan untuk mengembangkan potensi service entrepreneurnya. Skilled Bootcamp for Digipreneur, misalnya, kelas contract 101, legal staff dari Mitra DUDI yang diundang dapat berbagi ilmu cara membuat kontrak atau perjanjian berdasarkan pengalaman di lapangan. Kelas Lawyering 101, kantor advokat yang menghadiri pameran dapat memberikan bekal cara menyusun legal opinion secara singkat,sekaligus mengenalkan kantor hukumnya dan membuka kesempatan magang. Selain itu, terdapat beberapa jenis kelas lainnya, seperti: pembuatan draft perjanjian kerjasama. perjanjian kerja dan insight hukum ketenagakerjaan.Menyikapi kondisi ini, Perguruan Tinggi perlu didorong untuk melahirkan para pelaku muda di dunia industri kreatif berbasis IT. Hal ini dikarenakan mahasiswa sebagai generasi millennial sangat memahami perkembangan IT. Selain itu, untuk mengurangi dampak disruptif dari RI 4.0 yaitu tentang sulitnya atau terbatasnya pekerjaan konvensional bagi lulusan prodi hukum, maka kapasitas berjejaring sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing lulusan. Dengan demikian, Penguatan Jiwa Entrepreneurship berbasis IT dan kapasitas berjejaring penting bagi mahasiswa. Selain itu, karakter Bela negara juga perlu diinternalisasikan sebagai upaya menumbuhkan sikap pantang menyerah dan kerja keras. Hal ini penting untuk meningkatkan daya saing dan penciri keunggulan lulusan Prodi Hukum